SKANDAL PENYALAHGUNAAN DATA FACEBOOK
Facebook harus mengalami kasus penyalahgunaan data puluhan juta penggunanya dengan pihak perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica. Facebook yang merupakan media sosial terbesar di dunia, tentunya menyimpan data mengenai banyak orang. Berdasarkan laporan dari The Guardian, menyebutkan bahwa Cambridge Analytica menggunakan data para pengguna Facebook untuk kepentingan komersial.
Pada awalnya, Aleksandr Kogan berkolaborasi dengan Cambridge Analyrica mengumpulkan data pengguna Facebook terkait pengujian kepribadian dalam sebuah aplikasi yang bernama thisisyourdigitallife untuk kepentingan akademis serta akan digunakan untuk sejumlah studi. Ia mengaku bahwa pengumpulan data terkait pengguna Facebook dilakkan oleh perusahaannya, Global Science Research (GSR), antara bulan Juni dan Agustus 2014. GSR membayar sekitar 270 ribu orang untuk menggunakan sebuah aplikasi kuisioner, yang mengambil data dari profil Facebook mereka, serta teman-temannya, yang pada akhirnya menghasilkan dataset lebih dari 50 juta pengguna. Kemudian data tersebut diberikan kepada Cambridge Analytica.
Dalam keterangan resminya, Facebook menyatakan bahwa sekitar 87 juta penggunanya telah menjadi korban dalam penyalahgunaan data oleh Cambridge Analytica. Sebagian besar data penggunanya merupakan data dari pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS) yaitu sebanyak 70,6 juta akun, kemudian Filipina berada di posisi kedua dengan 1,2 juta akun dan faktanya Indonesia juga merupakan tiga negara terbesar yang menjadi korban dalam permasalahan ini, yaitu berada di peringkat ketiga dengan kurang lebih 1 juta akun atau 1,3% dari total pengguna Facebook yang menjadi korban dalam permasalahan penyalahgunaan data ini.
Christopher Wylie, pelapor pelanggaran (whistleblower) skandal Facebook dan Cambridge Analytica, pada hari Selasa (27/3/2018) di depan anggota parlemen Inggris di kota London, mengungkapkan masalah kecurangan yang dilakukan oleh lembaga riset data politik Cambridge Analytica dalam pemilu presiden Donald Trump pada tahun 2016. Pengakuannya dibuat setelah pekan lalu dunia di gemparkan oleh laporan mengenai sebuah aplikasi kuis psikologi online yang tanpa izin memanfaatkan data dari 50 juta pengguna Facebook. Cambridge Analytica diketahui membantu Trump dalam kampanye digital pada pemilihan presiden lalu.
Dilansir dari CNBC International, Wylie mengatakan pemilihan presiden Trump merupakan satu dari sekian banyak alasan besar yang membuatnya membeberkan penyalahgunaan data oleh Cambridge analytica tersebut.
Pekan lalu secara terpisah Collins meminta CEO dan Founder Facebook, Mark Zuckerberg, untuk muncul dihadapan DCMS memberikan penjelasan kepada publik terkait masalah penyalahgunaan data dan menentukan batas untuk memberikan tanggapan sampai paling lambat tanggal 26 Maret.
Kasus penyalahgunaan data yang dilakukan oleh Canbride Analytica pada pemilihan Presiden Amerika 2016 silam membuat banyak masyarakat Indonesia takut. Hal ini dikarenakan sekira 1,096 juta data pengguna Facebook bocor sesaat sebelum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dilangsungkan.
Kekhawatiran ini pun membuat beberapa para ahli buka suara, salah satunya adalah pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto.
Selain itu, Gun Gun Heryanto menganggap jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu pun harus responsif. Mereka perlu menyusun peraturan lebih rinci terkait hal tersebut, semisal membuat mekanisme hukum terhadap kandidat atau parpol yang terlibat praktik penyalahgunaan data akun medsos untuk kepentingan pemilu.
Skandal penyalahgunaan data puluhan juta pengguna facebook di luar negeri, seharusnya membuat Indonesia dan pengguna sosial media menjadi lebih waspada agar tidak turut mengalami kejadian serupa. Tidak menutup kemungkinan data data yang telah di akses di sosial media, dapat di lihat oleh orang lain, baik data profil atau pun data yang di simpan. Banyak orang yang dengan gampangnya mengakses dan mengambil data orang lain.
Dengan kejadian tersebut seharusnya membuat warga indonesia menjadi lebih waspada agar tidak terjerat kasus yang sama, dan tidak menjadi korban penyalahgunaan data yang ada di sosial media. Seharusnya membuat semua pengguna sosial media menjadi takut akan memasukkan data pribadi ke dalam sosial media.
Melihat kasus penyalahgunaan ini, menurut saya indonesia membuat undang undang tentang sosial media yang mengakses data pribadi untuk kepentingan aplikasinya dan undang undang tentang mengambil data orang lain tanpa izin.
Dengan begitu masyarakat pengguna sosial media di Indonesia lebih merasa nyaman dengan adanya undang undang tersebut. Dan masyarakat sosial media dapat mengakses data di sosial media dengan ada cap perizinan dari menteri atau undang undang yang mengurus tentang sosial media yang mengakses data pribadi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar